Sunday, April 20, 2025

[fiksi] Batal Sunat

Hari ini aku bangun agak siang. Seperti biasa aku mandi. Kali ini aku mandi sendirian karena anak-anak yang lain sudah pada berangkat sekolah. Kamar mandinya terasa lega. Biasanya kalau masuk sekolah mandinya bersama-sama kadang empat orang kadang sampai delapan anak. Di panti asuhan tempatku tinggal kamar mandinya tidak bersekat-sekat seperti biasanya. Kamar mandinya berupa ruangan panjang dan ditengahnya ada bak mandinya yang diisi air dan bentuknya memanjang juga. Jika sedang mandi anak-anak telanjang semua. Karena sudah terbiasa anak-anak di sini tidak merasa malu. Aku jadi tau tititnya semua anak disini. Bahkan tititnya Kak Andre yang sudah SMA aku tau juga.

Selesai mandi aku berlari ke depan mengambil handuk yang masih dijemuran karena tadi malam lupa diambil. Ambilnya harus cepat-cepat. Tititku juga harus dipegangi biar tidak kelihatan orang lewat. Panti asuhan tempatku tinggal tidak ada pagarnya dan depannya juga jalan yang ramai. Sebenarnya aku tidak benar benar malu tapi cuma pura pura saja.

Aku masuk dan memakai baju dan sarung yang sudah dikasih dari panitia festifal khitan. Bajunya ternyata kekecilan. Maklum aku adalah peserta yang paling besar. Aku sekarang sudah kelas 1 SMP dan sebentar lagi naik kelas. Celana dalamnya kekecilan parah dan tidak muat aku pakai. Untung saja sarungnya muat. Aku mencoba memakai sarung tanpa pakai celana. Aku jadi kepikiran gimana kalau tititku kelihatan pas disuruh lepas sarung. Gimana kalau aku pinjam celana dalamnya Kak Andre. Tapi dia sudah berangkat sekolah. Tapi kenapa harus malu kan nantinya tititku dibuka juga. Setelah aku pikir-pikir akhirnya aku mantap tidak pakai celana dalam.

Aku berangkat ke kantor kecamatan ditemani bapak pengasuhku. Walaupun cuma dekat tapi naik mobil. Sampai disana ramai sekali. Lapangan sebelah kantor kecamatan dikasih tenda memanjang sebelah timurnya. Terlihat juga banyak anak-anak berseragam putih merah berada di situ. Memang hari ini hari senin dan minggu kemarin selesai ulangan semester. Anak-anak dari dua SD sebelah pasti tidak ada pelajaran. Mereka pasti pada penasaran ingin melihat festival khitan yang hanya satu tahun sekali.

Setelah mendaftar dan dikasih nomor urut aku duduk menunggu. Tepat jam 9 acara dimulai. Dari 35 peserta yang berasal dari panti asuhan di seluruh kotaku tinggal, peserta di bagi jadi lima kelompok berdasarkan umur. Karena aku peserta paling tua tentu saja aku masuk kelompok 5. Di awal acara ada pengumuman agar anak-anak SD perempuan yang dibawah kelas 4 diminta menulis nama di sebuah kertas katanya nanti mau dipilih lima anak yang jadi juri. Aku tidak tau maksudnya karena baru kali ini melihat ada festival khitan.

Ternyata benar seperti ceritanya Kak Andre. Satu kelompok yang berisi 7 anak disuruh telanjang. Kemudian undian anak perempuan diambil satu. Anak perempuan itu kemudian diminta memilih anak yang punya titit paling besar. Anak yang punya titit paling besar kemudian diberi hadiah. Sampai kelompok ke 4 tititnya anak-anak semua normal normal saja.

Sekarang sampai ke kelompok ke 5 yang aku masuk di dalamnya. Setelah melepas semua pakaian aku naik ke atas panggung bersama anak-anak yang lain. Aku pura-pura malu. Tititku aku tutupi pakai tangan. Setelah diminta membuka, aku baru membukanya. Orang orang yang melihat pada tertawa. Tititku memang tidak seperti punya anak-anak lainnya. Ukurannya sangat kecil dan tidak ada telurnya dua. Badanku yang gendut membuat aku seperti tidak punya titit karena ambles dan yang muncul ujungnya sedikit. Aku jelas tidak menerima hadiah. Jika dibandingkan anak-anak kelompok 1 pun tititku masih lebih kecil. Turun dari panggung, tititku aku tutupi lagi pakai tangan. Aku kemudian duduk untuk menunggu giliran. 

Aku terkejut karena aku dipanggil duluan padahal aku dapat nomor urut 13. Panggilan kedua baru peserta urutan 1. Lebih terkejut lagi karena panitia mengulangi panggilan untuk pengasuh yang mendampingiku. Aku kepanitia bersama anak urutan 1. Aku mulai merasa ada yang aneh. Anak yang lain diarahkan untuk naik ke atas tempat tidur sedangkan aku tidak padahal tempat tidurnya ada banyak. Aku justru disuruh berdiri di atas kursi. Tanganku yang tadinya menutupi tititku disuruh taruh dibelakang. Aku mulai dikerumuni banyak orang termasuk anak-anak SD. Bapak dokter datang dengan terburu-buru. Dia kemudian mulai memeriksa tititku. Ujungnya ditarik-tarik sampai aku merasa sakit. Bagian bawahnya juga diraba raba mungkin mau mencari telurnya. Dokter itu kemudian mencari pengasuhku dan mengajaknya pergi. Aku ditinggalkan begitu saja. Semakin lama semakin banyak orang yang mengerumuniku. Aku tidak berani merubah posisi tanganku apalagi turun dari kursi. Aku sedih karena tititku jadi tontonan. Aku mulai meneteskan air mata tapi aku tidak mau menangis. Melihat aku mau menangis, salah seorang bapak-bapak menyuruhku turun dan membubarkan kerumunan orang. Aku segera duduk sambil menyilangkan kakiku biar tititku tidak kelihatan.

Setelah lama ditunggu-tunggu pengasuhku datang bersama seorang panitia. Katanya aku tidak jadi disunat karena tititnya terlalu kecil. Aku disuruh pakai baju lagi dan pulang. Mendengar berita itu aku hanya bisa menangis.

Aku menolak memakai pakaian. Aku sudah tidak peduli lagi jadi tontonan anak-anak SD. Sambil menangis aku menuju mobil yang diparkir dekat jalan. Sepanjang perjalanan aku hanya diam. Aku merasa sedih karena aku tidak seperti anak-anak yang lain. Ketika lahir ibuku meninggal sehingga aku tidak pernah melihat ibuku. Aku diasuh ibu tiriku. Ibu tiriku sering memarahiku terlebih ketika aku sudah punya adik. Jika melakukan kesalahan aku sering dikunci di dalam kamar mandi. Ayahku sebenarnya sangat menyayangiku, tapi dia selalu pergi bekerja sehingga jarang menemaniku. Tapi sayang dia meninggal ketika aku kelas 4 SD. Aku masih ingat kejadian malam itu. Waktu itu aku pulang piknik. Dalam perjalanan pulang entah kenapa aku tidak sengaja menumpahkan sayur di jok belakang mobil hingga mengenai adik perempuanku yang saat itu masih TK kecil. Ibu tiriku marah sehingga aku disuruh keluar mobil dan masuk ke dalam bagasi. Baru beberapa saat berjalan aku mendengar dentuman yang sangat keras. Tubuhku terjepit hingga kakiku patah tulang. Aku sebenarnya saat itu pingsan dan baru sadar waktu di rumah sakit. Karena luka yang cukup parah aku berbulan bulan dirawat di rumah sakit. Sebegitu lamanya hingga aku tidak naik kelas dan mengulang kelas 4 lagi. Waktu aku sudah sembuh aku baru tau jika malam itu mobil yang dikemudikan ayahku kecelakaan. Aku baru tau juga kalau ayahku meninggal beserta adikku juga ibu tiriku.

Sejak kejadian itu aku tinggal di panti asuhan. Di panti asuhan aku selalu diejek anak-anak yang lain. Katanya aku banci karena tititku kecil dan tidak bisa pipis sambil berdiri. Setiap kali mandi aku selalu diintip oleh anak-anak yang lain. Aku hanya beberapa minggu di situ sebelum dipindahkan ke panti asuhan yang lain. Di panti asuhan kedua kondisinya lebih buruk. Selain diejek banci aku juga sering ditelanjangi anak-anak yang lebih besar. Biasanya tanganku dipegangi kemudian celanaku dilepas paksa. Kalau sudah berhasil aku dibawa ke panti sebelah yang penghuninya anak perempuan. Yang paling parah aku pernah ditelanjangi waktu sedang tidur dan tititku dikasih balsem. Aku berakhir tinggal di situ ketika aku nekat kabur. Aku dibawa ke kantor polisi ketika ditemukan pingsan di depan sebuah toko. Sejak itu aku tinggal di panti asuhan yang sekarang.

Waktu awal-awal tinggal aku diajari pengasuhku agar percaya diri dan tidak malu. Aku diajari mandi bersama-sama dengan anak yang lain. Awalnya aku malu tapi setelah terbiasa asyik juga. Anak-anak yang lain jadi tidak penasaran dengan titiku. Aku jadi bisa melihat tititnya anak-anak yang lain juga. Aku juga diajari pipis sambil berdiri biar seperti anak-anak yang lain. Di depan panti ada selokan. Anak-anak yang masih kecil biasanya pipis disitu. Sejak bisa pipis sambil berdiri aku jadi suka ikutan pipis di situ walaupun aku sudah besar. Sore hari kadang anak-anak yang masih kecil bermain air sambil telanjang di depan panti. Aku sering ikutan main sambil telanjang juga seperti anak kecil. Pengasuhku juga tidak pernah melarang.

Tak terasa aku sudah sampai di panti asuhan yang jadi tempat tinggalku sekarang. Kondisinya masih sepi karena anak-anak yang lain belum pulang sekolah. Aku langsung masuk ke dalam kamar dan mengambil celana pendek di dalam lemari. Aku tidak segera memakai celana. Aku pandangi bekas luka dipahaku. Kemudian aku mengalihkan pandangan ke tititku. Aku masih merasa sedih jika ingat kejadian yang aku alami dulu. Pikirku aku mungkin lebih baik jika ikut mati saja dulu waktu kecelakaan mobil. Atau mungkin lebih baik lagi jika aku tidak pernah dilahirkan. Aku kembali menangis sampai akhirnya tertidur.



No comments:

Post a Comment